Tahu memiliki sejarah panjang dan mengesankan di Tiongkok. Pada awal tahun 160 SM, kedelai di Tiongkok kuno diolah menjadi sumber protein dan nutrisi penting di seluruh Asia. Selama Dinasti Han (antara tahun 206 SM dan 220 M, kira-kira pada waktu yang sama dengan hari-hari kejayaan kekaisaran Romawi), produksi kacang kedelai di China meluas. Akhirnya, biksu Buddha membawa kacang kedelai dan resep-resepnya ke Jepang karena tahu adalah sumber protein yang penting dalam pola makan vegetarian Buddhisme di Asia Timur.
Sejarah awal
tahu yang paling umum bahwa tahu
ditemukan di Cina Utara
sekitar tahun 164 SM oleh Pangeran Liu An, seorang pangeran Dinasti Han. Meskipun mungkin kekurangan
informasi konkret tentang periode ini sehingga membuat sulit untuk meyakinkan apakah Liu An
sendiri menemukan metode membuat tahu. Karena dalam sejarah Tiongkok, penemuan penting sering kali dikaitkan dengan tokoh dan tokoh penting
zaman ini.
Secara etimologi, istilah Mandarin standar untuk tahu dalam sistem
penulisan pinyin adalah doufu (sebelumnya ditulis sebagai tou-fu dalam sistem Wade-Giles, namun
diucapkan DOE-fu). Dalam bahasa Kanton itu adalah tau-fu atau dau-fu (keduanya diucapkan DAU-fu)
dan di Hokkien itu adalah tau-hu (diucapkan dau-hu).
Penyebutan kata yang paling awal diketahui pada sekitar tahun 950 AD, tepat
sebelum dinasti Sung.
Di Asia
Tenggara , selain Vietnam dan Thailand yang berbatasan langsung dengan Tiongkok
, masuk juga ke Indonesia , Malaysia. Di Indonesia ,
Tahu Sumedang
tahu Sumedang |
Tahu
memperkaya budaya Indonesia dan melahirkan berbagai jenis Di Sumedang , seorang
Tionghoa , Ong Kino merintis usaha Tahu, Tahun demi tahun, Ong Kino beserta
istrinya terus menggeluti usaha mereka hingga sekitar tahun 1917, dan anak
tunggal mereka bernama Ong Bung Keng untuk melanjutkannya. Ong Bung Keng
kemudian melanjutkan usaha kedua orangtuanya yang memilih kembali ke tanah
kelahiran mereka di Hokkian, Republik Rakyat Tiongkok. Dari sini muncul Tahu
Bungkeng yang terkenal dan identik dengan Tahu Sumedang.
Di balik
kemasyhuran tahu Sumedang ada pula kisah seperti yang diceritakan cucu dari Ong
Kino, Suryadi. Sekitar tahun 1928, konon suatu hari tempat usaha sang kakek
buyutnya, Ong Bung Keng, didatangi oleh Bupati Sumedang, Pangeran Soeria
Atmadja yang kebetulan tengah melintas dengan menggunakan dokar dalam
perjalanan menuju Situraja, Sumedang. Kebetulan, sang pangeran melihat seorang
kakek sedang menggoreng sesuatu. Pangeran Soeria Atmadja langsung turun begitu
melihat bentuk makanan yang amat unik serta baunya yang harum. Sang bupati,
Pangeran Soeria Atmadja kemudian bertanya kepada sang kakek, "Maneh keur ngagoreng naon? (Kamu sedang
menggoreng apa?)". Sang kakek berusaha menjawab sebisanya dan menjelaskan
bahwa makanan yang ia goreng berasal dari tahu. Karena penasaran, sang bupati
langsung mencicip satu. Setelah mencicipi, bupati secara spontan berkata dengan
wajah puas, "Enak benar masakan ini! Coba kalau kamu jual, pasti
laris!". Tak lama setelah kejadian ini, tahu digemari oleh penduduk
Sumedang dan kemudian sampai ke seluruh Indonesia
Tahu
Pong
Tahu Pong lengkap dengan kecap dan acar lobak daikon |
Di Semarang
terkenal Tahu Pong yang berasal dari “phong
胖” dalam dialek Banlam. Kenapa disebut tahu pong? Itu adalah
kependekan dari kata tahu kopong.
Dalam bahasa Jawa, kopong artinya
kosong. Menurut cerita yang sering beredar, bahwa keberadaan tahu pong di
Semarang sejak tahun 1930an. Di Tiongkok sendiri tidak ada. Disana, biasanya
tahu tidak digoreng sampai kering permukaannya, dan tahu yang tidak dipotong
kecil digoreng akan berisi padat didalamnya.
Padanan tahu
pong juga ciptaan orang Jepang yang disebut abura-age
atau pocket tofu. Seorang pengukir
stempel Sodani Gakusen mengajarkan 100 pola pengolahan hidangan tahu didalam
bukunya “Tofu Hyakunchin” ditahun
1782. Diantaranya mengajarkan tahu yang setelah dipotong tipis digoreng dua
kali, pertama kali dengan suhu minyak agak rendah dan diulang goreng dengan
suhu sangat tinggi, sehingga tekstur tahu goreng tersebut kering dipermukaan
dan berongga atau kopong ditengah, dari situ munculah abura-age seabad kemudian.
Hal ini
diperkuat dengan dasarnya tahu pong itu dari semula namanya adalah Tahu Je-pun, Jepang, Nippon karena
kenyataannya perintis pengusahanya bukanlah orang Tionghoa, dan tahu pong abura-age yang lengkap juga
selalu diiringi acar lobak daikon
yang khas Jepang, sehingga kuliner unik ini menjadikan itu Tahu Pong di
Semarang, dengan demikian juga yang hanya ada di Semarang saja.
Sumber:
Tahu Pong, Lambang Kuliner
Semarang oleh AH Tjio dalam http://www.kompasiana.com/ anthonytjio/tahu-pong-
lambang-kuliner-semarang dikases pada 17 Agustus 2017.
Sejarah Singkat Tahu : Dari
Tiongkok Ke Seluruh Dunia oleh Huang Dada dalam http://web.budaya-tionghoa.net/index.php/item/1025
diakses pada 17 Agustus 2017.
Ukim, Suriadi; Susanti, Erni.
Membuat Tahu Sumedang ala Bungkeng. AgroMedia. ISBN 9789793702643.
0 Comments