Johann Gottfried Herder lahir di Prusia tahun 1744. pendidikan yang
dienyamnya adalah filsafat, sastra, dan teologi di universitas Köningsberg. Ia
adalah salah seorang murid Kant dan banyak dipengaruhi olehnya, namun
dikemudian hari pandangannya menjadi berbeda dengan Kant sendiri.
Filsafat sejarah Herder tertuang di dalam bukunya Ideas Toward a
Philosophy of the History of man. Buku ini sendiri terbit pada tahun yang sama
dengan karya Kant (esai), Idea of a Universal History, yaitu tahun 1784.
Berbeda dengan Kant, Herder tidak memandang sejarah sebagai sesuatu
yang lurus dan menuju pada sesuatu yang melulu
pasti lebih baik adanya. Tidak ada tujuan di dalam sejarah itu sendiri.
Lebih lanjut, tidak ada tempat bagi
impian utopis tentang kesempurnaan yang dapat dicapai manusia. Dengan
demikian, seperti apakah filsafat
sejarah Herder itu, berbeda dengan Kant yang memandang sejarah itu bersifat
universal dan rasional, Herder lebih menekankan aspek partikular di dalam
sejarah. Maksudnya, sejarah itu berbeda di tiap tempat dan zaman. Masing-masing
budaya mengembangkan atau menjalani sejarahnya sendiri. Di sini nampak bahwa
apa yang digagas oleh Kant dengan universalitas dan rasionalitas sejarahnya itu terlalu
memaksakan dan bersifat utopis.
Bagaimana mungkin budaya yang berbeda dapat menjadi sama. Paling tidak, walau
pun pada budaya lain ada rasionalitas tetapi apakah rasionalitas yang sama
dengan apa yang dimaksud Kant, berbeda dari Kant yang melihat bahwa
perkembangan manusia ditandai dengan rasionalitas, pada Herder perkembangan itu
ditandai oleh kapasitas-kapasitas lain di dalam manusia. Misalnya, kepercayaan,
seni, sosialitas, dan lain-lain.
Herder percaya bahwa kemajuan sejarah itu tercapai berkat kerjasama
antara faktor eksternal dan semangat (geist) yang subyektif. Setiap peradaban
itu muncul, berkembang, dan menghilang mengikuti hukum alam tentang
perkembangan. Herder mementingkan konsep kebangsaan dan Herder membawa teori
rakyat untuk ekstrem dengan mempertahankan bahwa "hanya ada satu kelas di
negara bagian itu, Volk , (bukan rakyat jelata), dan raja milik kelas
ini serta petani ". Penjelasan bahwa Volk bukanlah rakyat jelata
adalah konsepsi baru di era ini, dan dengan Herder dapat dilihat munculnya
"rakyat" sebagai dasar untuk munculnya badan nasional tanpa kelas
tapi hirarkis.
Oswald Spengler lahir di Blankenburg (Harz) di Jerman Tengah pada
tahun 1880, anak tertua dari empat anak, dan satu-satunya anak laki-laki.
Ayahnya, yang semula teknisi pertambangan dan berasal dari garis panjang
mineworkers, adalah seorang pejabat di pos Jerman birokrasi, dan ia memberikan
keluarganya dengan sederhana namun nyaman di rumah kelas menengah.
Pemikiran sejarah visioner dari filusuf sejarah Oswald Spengler
(1880-1836) tertuang dalam karya monumental yaitu Decline of the West
(keruntuhan dunia Barat). Karya yang diterbitkan pada 1918. Dalam karyanya,
Spengler meyakini adanya kesamaan dasar dalam sejarah kebudayaan besar dunia,
sehingga memungkinkan ia dapat memprediksi secara umum tentang jalannya sejarah
masa depan (the course of future history). Predeksi Spengler terutama
menyatakan bahwa kebudayaan Barat telah menemui ajalnya (doom), setelah ia
melihat awal dan berakhirnya kebudayaan Barat (the beginning of the end). Ia
percaya bahwa setiap kebudayaan berlangsung melalui sebuah siklus mirip dengan
siklus kehidupan organisme. Kebudayaan dilahirkan, tumbuh kuat (grow strong),
melemah (weaken), dan akhirnya mati.
Dalil Spengler ialah bahwa kehidupan sebuah kebudayaan dalam
segalanya sama dengan kehidupan tumbuhan, hewan, manusia dan alam semesta.
Persamaan itu berdasarkan kehidupan yang dikuasai oleh hukum siklus sebagai
wujud dari fatum. Fatum adalah hukum alam yang menjadi dasar segala hukum
kosmos, setiap kejadian, setiap peristiwa akan terjadi lagi dan terulang lagi.
Tiap-tiap masa pasti datang menurut waktunya, Itulah keharusan alam
yang mesti terjadi. Seperti halnya historical materialism, paham Spengler
tentang kebudayaan pasti runtuh apabila sudah melewati puncak kebesarannya.
Oleh sebab itu keruntuhan suatu kebudayaan dapat diramalkan terlebih dahulu
menurut perhitungan. Suatu kebudayaan mendekati keruntuhan apabila kultur sudah
menjadi civilization (kebudayaan yang sudah tidak dapat tumbuh lagi). Apabila
kultur sudah kehilangan jiwanya, maka daya cipta dan gerak sejarah akan membeku.
Lebih lanjut Spengler membedakan dua pengertian yakni kultur dan
zivilisation. Istilah pertama adalah kebudayaan yang masih hidup, sedangkan
yang kedua adalah peradaban, atau kebudayaan yang telah mati. Dalam Decline of
the West terangkum filsafat Spengler yang terangkum dalam tiga konsep yaitu
relativisme, pesimisme dan determinisme.
Pesimisme berati perkembangan masyarakat ditentukan oleh fatum,
bukan manusia sehingga manusia hidup dalam sikap pesimis. Tidak mampu merubah
keadaan. Selanjutnya, determinisme berarti manusia tidak bisa menentukan
jalannya sejarah. Perjalanan sejarah ditentukan oleh faktor dari luar diri manusia.
Dan yang terakhir adalah relativisme. pandangan ini berarti merupakan
konsekuensi bahwa sejarah tidak memiliki patokan yang jelas dan masing-masing
kebudayaan memiliki isinya sendiri-sendiri. Dengan demikian suatu kebudayaan
tidak pernah bisa dimengerti oleh kebudayaan lain.
Persamaan dan Perbedaan
Persamaan dari kedua tokoh yang disebutkan di atas antara lainnya
adalah kesamaan dalam pendapat mengenai hubungan sejarah dengan alam. Herder
berpendapat bahwa kemajuan sejarah manusia di suatu tempat dan suatu waktu akan
terjadi dengan caranya sendiri-sendiri secara alami atau bisa disebut juga
sejarah sebagai suatu fenomena alam. Dalam analogi romantisme, manusia
disamakan dengan tanaman karena kebudayaan tumbuh spontan dan bergantung pada
kondisi tempat atau situasi, tidak ada hukum universal. Dan apa yang terjadi
pada manusia ditentukan oleh kondisi lingkungan.
Begitu pula Oswald Spengler yang mengemukakan hubungan antara
sejarah dengan alam, dengan memberikan dasar tafsirannya bahwa gerak sejarah ditentukan
oleh hukum fatum. Spengler menyamakan kehidupankebudayaan manusia dengan
kehidupan makhluk hidup lainnya (hewan & tumbuhan). Dalam morfologi dunia
sebagai sejarah, Spengler memakai analogi komparatif yang dalam bidang biologi diistilahkan
dengan homologi. Prinsip homologi ini pada filsafat sejarah Spengler
dikonotasikan dengan kata sejaman atau kontemporer. Spengler menunjukkan bahwa
dua fakta sejarah yang terjadi dalam posisi yang sama di dalam
kebudayaan-kebudayaan besar dan memiliki arti yang sama pentingnya adalah kontemporer.
Karena keduanya hidup dalam masa yang berbeda maka pemikiran mereka
akan suatu peradaban juga berbeda. Herder yang hidup pada masa abad pertengahan
mempunyai aliran romantisme yang timbul sebagai reaksi terhadap aliran rasionalisme
dalaam pendekatannya terhadap sejarah. Dan Herder menganggap masing-masing abad
dan budaya memiliki sifat sendiri-sendiri sehingga manusia mempunyai banyak
sifat. Tujuan sejarah adalah Humanity danmenekankan realita utama atau primer
dari kelompok. Sedangkan Spengler yang hidup pada masa setelah abad pertengahan
lebih terkonsep kepada relativisme, pesimisme, dan deteminisme. Dimana dalam
pendapatnya mengenai relativisme, bahwa sejarah tidak mempunyai patokan yang
jelas dan suatu kebudayaan tidak bisa memberikan justifikasi terhadap tindakan
dan keyakinandariorang-orang lain.
0 Comments