pic source: Wikipedia |
Berbagai pendapat muncul mengenai ibukota dari Sriwijaya dari
berbagai tokoh. Majumdar berpendapat di sekitar Pulau Jawa sampai Ligor,
Quaritch Wales berpendapat bahwa Ligor sebagai pusat Sriwijaya, Moens
mengungkapkan bahwa pusat Sriwijaya di daerah Kelantan dan pindah ke daerah
Muara Takus. Jika disimpulkan dari beberapa pendapat tersebut muncul beberapa
nama daerah yang disebutkan sebagai pusat kerajaan Sriwijaya, mulai dari
Palembang, Jambi, dan Ligor. Kondisi perpindahan pusat Sriwijaya ini juga dapat
ditemui di kerajaan yang ada di Jawa seperti Mataram. Hipotesis-hipotesis
mengenai perpindahan pusat kerajaan ini memang menemui banyak kesulitan karena
kurangnya dukungan dari peninggalan-peninggalan purbakalanya.
Soekmono kemdian mengungkapkan pendapatnya mengenai pusat
ibukota Sriwijaya dengan metode pendekatan geomorfologi untuk melakukan
rekonstruksi garis pantai daerah Selat Malaka. Pentingnya rekonstruksi garis
pantai ini karena keadaan dahulu pasti beda dengan sekarang. Garis pantai ini
adalah sebagai jejak tidak historis tapi bernilai untuk merekonstruksi suatu
kejadian yang lebih menonjol dari segi-segi yang tidak langsung berkaitan dengan
informasi yang semu. Tetapi kemungkinan bahwa jejak yang sama akan berguna
untuk merekonstruksi itu juga tetapi dengan menggunakan pendekatan yang lain
atau mementingkan aspek yang lain. Oleh karena itu hasil penyelidikan
geomorfologi masih perlu dikaji dengan sumber sejarah lainnya yang kiranya
dapat dipercaya seperti berita-berita dari Cina yang pernah singgah ke
Sriwijaya dapat dijadikan sebagai sumber sejarah sejaman dan tidak setempat.
Dari hasil rekonstruksi tersebut diketahui bahwa kota
Palembang sekarang dahulunya terletak di ujung sebuah jazirah yang berpangkal
di Sekayu dan kota Jambi sekarag pada sebuah teluk yang menjorok ke dalam
sampai di daerah Muara Tembesi. Soekmono juga mengungkapkan keistimewaan dari
daera Jambi dimana lokasinya terlindungi di dalam teluk dan langsung menghadap
ke lautan bebas yang merupakan jalur lalu lintas perdagangan Laut Cina Selatan
dan Laut Jawa. Maka dibanding Palembang letak Jambi lebih menguntungkan sebagai
pusat kota Sriwijaya.
Soekmono berpedoman kepada uraian dari Van Bemmelen berupa
tanah rendah pantai timur Sumatra pada masa Sriwijaya dulu masih berpa laut dan
kini berupa endapan tanah. Van Bemmelen juga mengungkapkan bahwa Pulau Busung
yang terletak di muara Sungai Batang Kuantan dulunya masih berupa bagian
dangkal dari laut dan kini menjadi sebuah pulau seluas 10 km. Bertambah
lebarnya pantai timur Sumatra menunjukkan bahwa adanya perubahan garis pantai
yang didukung pula dengan perubahan di muara Sungai Musi dan sungai Batanghari.
Tempat lainnya yang diteliti ada Pekanbaru yang berada di sekitar garis
Khatulistiwa dan di muara sungai Kampar dan terdapat candi Muara Takus yang
sedikit berada di pedalaman. Namun, tertutupnya laut menjadi salah satu alasan
untuk menjadikan Pekanbaru sebagai pusat ibukota.
Muara Takus juga disebut-sebut pernah sebagai pusat kerajaan
Sriwijaya hal ini didasarkan atas adanya cerita rakyat tentang Batu Bersurat
yang ada hubungannya dengan bekas kota jaman dulu yang menjadi pusat
pemerintahan, kemudian juga dengan mengalirnya Sungai Kampar yang tenang dan
disekitarnya merupakan dataran yang datar. Gugusan candi yang ada di Muara
Takus juga menjadi salah satu faktor pendukung bahwa daerah tersebut pernah
menjadi pusat pemerintahan.
Kesimpulan dari hasil geomorfologi dari Soekmono tersebut
mengerucut kepada Jambi sebagai daerah yang cocok untuk pusat pemerintahan,
namun lokalisasi Sriwijaya ini tidak dapat digantungkan semata-mata kepada
pandangan geomorfologi saja tetapi juga harus didukung dengan sumber sejarah
lainnya. Kedudukan Jambi sebagai pusat pemerintahan juga didukung dengan
penelitian yang dilakukan oleh Agus Aris Munandar dan tim arkeologi UI tahun
2013 yang melakukan ekskavasi di kawasan Cagar Budaya Muaro Jambi. Ia
menyebutkan bahwasanya arca-arca lepas yang berisi mengenai ancaman-ancaman
yang ada di Palembang menunjukkan bahwa Palembang sebagai kota taklukkan
Sriwijaya. Penemuan sumur mata air, keramik, tembikar, dan stoneware di sebelah
barat lokasi, dimana barat merupakan arah yang baik dalam agama Budha.
Di komplek Cagar Budaya Muaro Jambi tersebut juga terdapat
Candi Kedhaton yang diyakini sebagai pusat pengajaran agama Budha terkemuka di
Asia Tenggara. Lokasi tersebut merupakan satu di antara pusat pembelajaran
agama Buddha selain di Kanton dan Nalanda. Dari bukti-bukti penemuan arkeologi
tersebut maka para arkeolog UI tersebut berkesimpulan bahwa daerah Muaro Jambi
merupakan Ibukota Sriwijaya.
0 Comments