Giambattista Vico yang lahir 23 Juni 1668
adalah seorang filsuf politik Italia, retorika, sejarawan, dan ahli hukum.
Seorang kritikus rasionalisme modern dan apologis dari zaman klasik, karya
terbesar Vico adalah Scienza Nuova (1725), sering diterbitkan dalam
bahasa Inggris sebagai Ilmu Pengetahuan Baru. Tujuan utama dari buku tersebut
adalah Vico ingin menemukan apakah ada hukum universal sejarah dan ingin
melihat bagaimana hukum/aturan yang diterapkan terhadap sejarah orang-orang
tertentu. Mengandalkan pada etimologi yang kompleks, Vico berpendapat di Nuova
Scienza bahwa peradaban berkembang dalam siklus berulang dari tiga fase Gods,
heroes, dan men. Dan tentang perkembangan manusia, Vico menyebutkan adanya
suatu gerakan perubahan dari primitif ke religius lalu ke rasional. Setiap Fase
menunjukkan fitur politik dan sosial yang berbeda dan dapat ditandai dengan
kiasan bahasa. Yang besar dari Fase Gods mengandalkan metafora untuk
membandingkan, dan dengan demikian dapat memahami fenomena manusia dan alam. Di
fase heroes, metonimia dan sinekdot mendukung pengembangan lembaga feodal atau
monarki diwujudkan oleh tokoh-tokoh ideal. Fase terakhir ditandai dengan
demokrasi kerakyatan dan refleksi melalui ironi, di zaman ini, munculnya
rasionalitas mengarah ke barbarisme refleksi, dan peradaban turun lagi ke era
puitis.
Aliran Vico tentang daur kebudayaan
ini sendiri ditegakkan di atas hubungan internal di antara berbagai pola budaya
yang berkembang dalam masyarakat. Sebab ia menjadikan daur-daur kulturalnya
satu sama lainnya saling melimpahi dan selalu memiliki perulangan. Tetapi
perulangan itu tidak selalu berarti bahwa sejarah mengulang dirinya sendiri.
Sebab perjalanan sejarah bukanlah roda yang berputar mengitari dirinya sendiri
sehingga memungkinkan seorang filosof meramalkan terjadinya hal yang sama pada
masa depan . Sedang menurut Vico, sejarah berputar dalam gerakan spiral yang
mendaki dan selalu memperbaharui diri, seperti gerakan pendaki gunung yang
mendakinya dengan melalui jalan melingkar ke atas di mana setiap lingkaran
selanjutnya lebih tinggi dari lingkaran sebelumnya, sehingga ufuknya pun
semakin luas dan jauh.
Immanuel
Kant bertujuan untuk menyatukan alasan dengan pengalaman untuk bergerak
melampaui apa yang diperlukan untuk mengatasi kegagalan filsafat tradisional
dan metafisika. Dia berharap untuk mengakhiri zaman spekulasi dimana objek di
luar pengalaman yang digunakan untuk mendukung apa yang ia lihat sebagai teori
sia-sia dan juga sementara menentang skeptisisme. Ia bertujuan untuk
menyelesaikan perselisihan antara pendekatan empiris dan rasionalis. Yang
pertama menyatakan bahwa semua pengetahuan datang melalui pengalaman, yang
terakhir menyatakan bahwa alasan dan bawaan ide-ide yang sebelumnya. Kant
berpendapat bahwa pengalaman adalah murni tanpa terlebih dahulu diproses oleh
akal murni. Dia juga mengatakan bahwa menggunakan alasan tanpa menerapkannya
untuk mengalami hanya mengarah ke ilusi teoritis. Kant juga mengungkapkan
pendapat bahwa sejarah mempunyai tujuan dan rencana meski tujuan tersebut sulit
diukur, namun sejarah perlu mendasarkan moral. Atas dasar itu maka hukum dasar
sejarah dapat ditemukan untuk menentukan perilaku manusia. Kant mencoba
mengembangkan suatu sintesis atas dua pendekatan yang bertentangan ini. Kant berpendapat bahwa masing-masing
pendekatan benar separuh, dan salah separuh.
Benarlah bahwa pengetahuan kita tentang dunia berasal dari indera kita,
namun dalam akal kita ada faktor-faktor yang menentukan bagaimana kita
memandang dunia sekitar kita. Ada
kondisi-kondisi tertentu dalam manusia yang ikut menentukan konsepsi manusia
tentang dunia.
Kant
memiliki pendapat lain yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan sebagai bagian
dari epistemologi. Menurut Kant, syarat dasar bagi segala ilmu pengetahuan
adalah bersifat umum dan bersifat perlu mutlak dan memberi pengetahuan yang
baru. Dalam hal ini, Kant memberikan pengertian bahwa baik empirisme maupun
rasionalisme sebenarnya tidak memenuhi syarat-syarat yang situntut oleh ilmu
pengetahuan. Kemudian, Kant juga mempertanyakan bagaimana sebuah keputusan yang
sintesis, namun tidak bergantung pada pengalaman.
Hegel
mengembangkan kerangka filosofis yang komprehensif, atau "sistem",
idealisme Absolute ke penjelasan secara terpadu dan perkembangan bagi hubungan
pikiran dan alam, subyek dan obyek pengetahuan, psikologi, negara, sejarah,
seni, agama, dan filsafat. Secara khusus, ia mengembangkan konsep bahwa pikiran
atau roh terwujud dalam serangkaian kontradiksi dan pertentangan yang pada akhirnya
terintegrasi dan bersatu, tanpa menghilangkan kedua kutub atau mengurangi satu
ke yang lain. Contoh kontradiksi tersebut termasuk yang antara alam dan
kebebasan, dan antara imanensi dan transendensi. Hegel adalah seorang idealis
yang berpendapat bahwa pikiran adalah landasan segala apa yang maujud. Selain
itu, Hegel juga seorang dualis yang berpendapat tentang adanya dua unsur yang
sepenuhnya berbeda, yaitu unsur spiritual dan material, yang terhimpun dalam
satu ruh atau pikiran yang dipandang sebagai kekuatan tertinggi yang
menggerakkan segala sesuatu. Pikiran atau ruh itu disebut dengan akal mutlak.
Untuk membuktikan teorinya ini Hegel mempergunakan polemik. Lewat cara ini ia
berpendapat bahwa akal manusia selalu bergerak ke depan untuk mencapai ilmu
mutlak. Menurut Hegel, ide kebebasan merupakan kunci hakiki dari sejarah. Sebab
kebebasan adalah substansi akal budi dan akal budilah yang mengendalikan alam.
Sedang perjalanan sejarah dalam filsafatnya adalah semacam kemajuan dialektis
di mana berlangsung penghancuran dan pembangunan kembali, untuk merealisasikan
perubahan ke arah yang lebih baik. Sementara kejeniusan atau semangat bangsa -
yang tertampilkan dalam diri individu-individu tapi mandiri dari kehendak dan
maksud mereka - adalah pencipta sebenarnya kebudayaan. Sedangkan sejarah, dalam
filsafat Hegel, adalah arena di mana muncul berbagai bangsa untuk mengungkapkan
semangat universal, tapi hanya para pahlawan dan jenius saja yang mampu
memahami substansi semangat itu.
Hegel
ingin menerangkan alam semesta dan gerak-geriknya berdasarkan suatu
prinsip. Menurut Hegel semua yang ada
dan semua kejadian merupakan pelaksanaan-yang-sedang-berjalan dari Yang Mutlak
dan bersifat rohani. Namun celakanya,
Yang Mutlak itu tidak mutlak jika masih harus dilaksanakan, sebab jika
betul-betul mutlak, tentunya maha sempurna, dan jika maha sempurna tidak
menjadi. Oleh sebab itu pemikiran Hegel langsung ditentang oleh aliran
pemikiran materialisme yang mengajarkan bahwa yang sedang-menjadi itu, yang
sering sedang-menjadi-lebih-sempurna bukanlah ide ("Yang Mutlak"),
namun adalah materi belaka. Maksudnya,
yang sesungguhnya ada adalah materi (alam benda); materi adalah titik pangkal
segala sesuatu dan segala sesuatu yang mengatasi alam benda harus
dikesampingkan. Maka seluruh realitas
hanya dapat dibuat jelas dalam alur pemikiran ini.
Persamaan
Dari
ketiga tokoh tersebut sama-sama hidup pada Abad Pencerahan (aufklarung) yaitu
pada abad ke-18, maka dapat dilihat dari pemikiran Vico, Kant, dan Hegel sudah
mengarah ke rasionalitas. Tujuannya adalah untuk mereformasi masyarakat
menggunakan alasan (bukan tradisi, iman dan wahyu) dan pengujiannya melalui
ilmu pengetahuan. Ini dipromosikan ilmu pengetahuan dan pertukaran intelektual
dan menentang takhayul, intoleransi dan beberapa pelanggaran oleh gereja dan
negara. Abad Pencerahan terdiri tokoh yang mempunyai "jalan yang berbeda,
yang bervariasi dalam waktu dan geografi, dengan tujuan bersama kemajuan,
toleransi, dan penghapusan pelanggaran dalam Gereja dan negara.
Dan
dari ketiga tokoh tersebut juga menyatakan bahwa tujuan sejarah atau akhir dari
sejarah adalah Rasional Demokrasi. Dimana, Vico seperti yang telah disebutkan
diatas telah membagi menjadi tiga fase perkembangan. Dan dalam perkembangan
pemerintahan disebutkan bahwa pada Fase Gods berupa Theokratik, Fase
Heroes menjadi Aristokrasi, dan Fase Men menjadi Demokrasi.
Immanuel Kant juga menyebutkan bahwa umat manusia akan maju menuju tercapainya
hukum rasional dan perdamaian. Lalu pendapat Hegel mengenai perkembangan bentuk
pemerintahan yang dimulai dari Fase despotisme dari Timur yang berupa monarkhi
absolut yang kemudian berubah ke Fase Timur Tengah yang berubah menjadi bentuk
paham aristokrasi atau demokrasi. Danmulai memperkenalkan aturan strktur sosial
diwujudkan dalam hubungan dialektik antara hukum dengan warganegara.
Perbedaan
Dari
ketiga tokoh tersebut mempunyai pendapat sendiri-sendiri mengenai pola sejarah,
pola sejarah sendiri terdiri atas : Pola Spiral, gerak spiral sejarah
menggambarakan bahwa suatu peristiwa sejarah memiliki dua sifat yakni progresif
dan berkelanjutan. Dengan demikian, pengulangan yang bersifat siklus tidak ada
sehubungan dengan progresivitas suatu peristiwa sejarah. Disamping itu
peristiwa sejarah berikutnya selalu lebih maju daripada peristiwa sejarah
sebelumnya. Gerak spiral sejarah merupakan suatu rangkaian kejadian yang
berkelanjutan. Giambattista Vico adalah yang menggunakan pola spiral ini, ia
menyatakan bahwa telah menemukan gerak spiral dalam sejarah (repetition dan
progress). Dalam pemikiran Vico sangat menentang pemikiran pada gerak sejarah
linier, karena menurut Vico kerajaan Tuhan dan kerajaan Dunia yang diterangkan
pada gerak sejarah linier. Vico juga membenarkan bahwa Kerajaan Dunia merupakan
bagian dari Kerajaan Tuhan, namun perbedaannya yaitu pada Kerajaan Dunia yang
disebutkan oleh St Augustinus yang mengatakan bahwa terjadinya sejarah karena
adanya pertentangan antara kerajaan dunia dengan kerajaan Tuhan, sedangkan Vico
mengatakan bahwa Kerajaan Dunia merupakan bagian/bawahan dari Kerajaan Tuhan.
Pola
Linier, pandangan ini berasumsi bahwa peristiwa sejarah merupakan suatu proses
yang saling berhubungan satu sama lain. Pada suatu sisi peristiwa sejarah
memiliki keunikannya sendiri-sendiri, tetapi pada sisi lain peristiwa sejarah juga
menunjukkan adanya suatu perkembangan yang terjadi secara linier. Suatu
peristiwa pada dasarnya merupakan suatu kelanjutan dan sekaligus perbaikan dari
peristiwa sebelumnya, bukan merupakan suatu pengulangan. Sifat gerak sejarah
ini disebut sifat gerak sejarah linier karena memang tidak menggambarkan pola
siklus pada pandangan pertama, melainkan menggambarkan garis lurus. Sifat gerak
sejarah ini juga disebut progresif, karena pada dasarnya peristiwa sejarah
menggambarkan adanya perubahan kearah kemajuan. Immanuel Kant juga menunjukan
kepada kita suatu pandangan yang linier dari sejarah yang mendorong kita untuk
secara optimis menghadapi masa depan.
Jika dikaji secara lebih lanjut diketahui bahwa fokus
dari ketiga tokoh tersebut berbeda-beda. Vico lebih memfokuskan dirinya pada
masalah penggunaan ilmu pengetahuan untuk menciptakan sejarah atas dasar
bukti-bukti empiris dan juga ia menekankan bahwa antara kebenaran dan
pengetahuan adalah dua hal yang saling berkaitan. Immanuel Kant fokus pada
masalah sosial masyarakat, diketahui dari pendapatnya mengenai mekanisme
sejarah yang dimulai dari pertentangan dalam masyarakat akan menimbulkan
terjadinya perkembangan seluruh potensi manusia. Sedangkan Hegel fokus terhadap
kebebasan, namunbukan kebebasan yang bersifat individualistik.
0 Comments