ABRI dan Mahasiswa


Gambar: Gerakan Mahasiswa Tahun 1966
Sumber: sosio-politica.com



   Konflik antara ABRI dan mahasiswa pada masa orde baru sangatlah sering terjadi. Mahasiswa yang mempunyai pemikiran kritis seringkali melakukan demo turun ke jalan untuk memprotes setiap kesalahan pemerintah saat itu. Banyak sekali contoh perselisihan antara kedua pihak yang disebut sebagai kampiun demokrasi. Mulai dari peristiwa Rene Conrad pada 1970 yang merupakan salah satu mahasiswa ITB Bandung yang mengalami pengeroyokan dan penembakan oleh para taruna akpol 1970 yang merupakan hasil integrasi AMN, AAL, AAU, dan Akpol.[1] Kemudian ada juga peristiwa Malari yang terjadi pada 15 Januari 1974 yang awalnya merupakan aksi demonstrasi besar-besaran oleh mahasiswa terhadap kedatangan PM Jepang, Kakuei Tanaka ke Jakarta. Demonstrasi ini merupakan wujud penentangan mahasiswa atas penanaman modal asing. Demonstrasi ini berujung dengan kerusuhan dan pertikaian sehingga kerugian material diketahui ada 807 mobil dan 187 motor yang dirusak/dibakar, 144 bangunan rusak berat, 160 kg emas hilang dari sejumlah toko perhiasan. Peristiwa 15 Januari 1974 dapat disebut sebagai salah satu tonggak tindakan represif yang dijalankan pemerintahan Orde Baru.

Lalu ada Peristiwa Trisakti 1998, yang menjadi catatan buram dari peristiwa ini ialah kasus penembakan terhadap mahasiswa yang berdemonstrasi menuntut Soeharto turun dari jabatan yang berkibat pada meninggalnya empat mahasiswa Trisakti ditambah dengan puluhan korban luka-luka. Mereka yang tewas adalah Elang Mulia Lesmana, Heri Hertanto, Hafidin Royan, dan Hendriawan Sie. Mereka tewas tertembak di dalam kampus, terkena peluru tajam di tempat-tempat vital seperti kepala, leher, dan dada.[2] Terdapat pula Peristiwa Semanggi I dan II yang juga diawali demo dan diakhiri dengan kerusuhan yang menimbulkan banyak sekali korban meninggal maupun luka-luka. Ini adalah pemicu awal terjadinya perubahan besar di Indonesia tahun 1998. Seperti yang telah diperkirakan bahwa Tragedi Trisakti berbuntut panjang. Dari tanggal 13-15 Mei 1998, terjadi serangkaian aksi kekerasan massa di berbagai kota, termasuk di Jakarta dan Solo yang merupakan kota yang paling parah dilanda kerusuhan. Bahkan, B.J. Habibie mengungkapkan bahwa kerugian akibat kerusuhan Mei 1998 jauh lebih buruk bila dibandingkan dengan Peristiwa Malari di Jakarta ataupun kasus 27 Juli 1996.[3]

Bahkan, di kampus UNS juga sempat terjadi konflik antara ABRI dengan mahasiswa pada 8 Mei 1998 yang disebut “Aksi Jumat Berdarah”. Menurut Solopos, ketika mahasiswa hendak melakukan Sholat Jumat di bagian jalan Ir. Sutami kemudian dihalau aparat dengan pentungan dan juga semprotan gas air mata. Dan diyakini terdapat sedikitnya 7 orang yang diduga hilang serta 400 korban cedera. Selain yang telah disebutkan di atas, ABRI mempunyai citra buruk lain, seperti pelanggaran hukum menyangkut uang palsu, penyelundupan BBM, kasus narkoba, dan kasus peledakan bom di BEJ.

Setelah beberapa kejadian seperti yang telah disebutkan di atas, terdapat pula aksi penculikan dan bahkan diakhiri dengan pembunuhan para aktivis-aktivis maupun mahasiswa yang dinilai telah mengkritik pemerintah. Peristiwa penculikan atau penghilangan secara paksa ini terjadi menjelang pemilu tahun 1997 dan Sidang Umum MPR 1998. Menurut Komnas HAM, dipercaya berlangsaung dalam tiga tahap, yaitu : menjelang pemili Mei 1997, bulan Maret menjelang sidang MPR dan menjelang pengunduran diri Soeharto pada 21 Mei 1998. Selama periode 1997/1998, KONTRAS (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) telah mencatat terdapat 23 orang lebih yang telah dihilangkan oleh aparat negara. Komnas HAM-pun menilai bahwa tindakan tersebut telah menjadi pelanggaran HAM berat, dan pihak yang dinilai paling bertanggung jawab adalah Tim Mawar[4]. Salah tokoh yang dinilai ikut bertanggungjawab atas Tim Mawar tersebut adalah Danjen Kopassus Letjen TNI (Purn) Prabowo Subianto dan Danjen Kopassus Mayjen TNI Muchdi PR yang akhirnya mendapatkan pengakhiran masa dinas TNI. Karena menurut hasil temuan Dewan Kehormatan Perwira telah menyatakan bahwa penculikan tersebut dilakukan atas perintah dan sepengetahuan para pimpinan Kopassus saat itu.

Perjalanan konflik antara ABRI dengan mahasiswa tersebut baiknya dapat diselesaikan secara damai untuk menghindari perpecahan dalam negara dan juga kerugian secara finansial, karena ABRI dan mahasiswa ini adalah aspek penting dalam sebuah demokrasi di Indonesia. Dan juga konflik ini ditakutkan nantinya akan meluas juga di daerah-daerah lain.

Menurut Menhankam/Pangab Jenderal Wiranto menawarkan dan bersedia melakukan dialog tersebut. Dialog antara Mahasiswa dengan ABRI yang akan berlangsung tanggal 4 April 1998. Tujuan utama dialog itu tentunya mencari jalan keluar untuk mengatasi kebangkrutan yang sedang melanda Indonesia.

Mencuatnya masalah dialog ini terjadi karena[5]:
1. Ada perjuangan yang terus-menerus dari kalangan mahasiswa, sarjana dan rakyat yang konsern dengan perlu adanya perubahan sosial, politik, hukum, ekonomi dan lain-lainnya yaitu dari sistem pemerintahan yang bersifat militeristis menjadi pemerintahan sivil yang demokratis.

2. Bahwa tatanan sosial politik yang bertumpu pada sistem militeris paternalisme, walaupun diselubungi dengan marka demokrasi Pancasila, ternyata menjadi dasar dan sumber kebobrokan sosial, politik, ekonomi, ilmu pengetahuan dan lain aspek kehidupan dewasa ini, khususnya krisis moneter dan ekonomi yang berkepanjangan dengan dampak yang luas dan dalam sekali.

3. Dampak negatif tatanan militeristik/paternalis yang mengakibatkan adanya kolusi, korupsi, manipulasi nepotisme, represif, munafik, sudah sampai pada suatu titik kulminasi yang merintangi/menghambat masyarakat Indonesia memasuki kehidupan abad 21, abad demokrasi dan keterbukaan, abad globalisasi (mendunianya sistem kapitalis). Tanpa demokrasi dan keterbukaan maka rakyat Indonesia akan dibawak tetap menjadi budak penguasaan kapital global tanpa bisa mereaksi apapun kecuali sesuai dengan kepentingan penguasa yang militeristis dan paternalistik.

Untuk itu banyak juga dilakukan dialog antara ABRI dan mahasiswa. Memang tidak mudah untuk mendamaikan kedua belah pihak ini, karena keduanya mempunyai tujuan masing-masing. Mahasiswa menginginkan adanya reformasi politik dan ekonomi, sedangkan pihak aparat tidak menginginkan adanya letupan-letupan yang dapat mengganggu stabilisasi dan harmonisasi kehidupan masyarakat. Selain itu, dialog ini juga sangatlah sulit terjadi jika mahasiswa menuntut hanya akan melakukan dialog dengan Presiden bukan dengan ABRI yang tidak ada kaitannya. Selain itu, menurut mahasiswa dengan diadakannya dialog tersebut hanyalah sebbagai tipu muslihat untuk menghentikan gerak maju proses demokratisasi.

Tapi mengingat masih banyaknya bentrokan yang terjadi maka dialog antara kedua puhak ini masih sangatlah penting. Pihak ABRI menyikapi baik dengan rencana adanya dialog ini, mereka menginginkan cara penyampaian aspirasi secara proporsional dan konstitusional. Salah satu keuntungan jika dialog antara ABRI dan mahasiswa terjadi adalah dapat mencegah munculnya disintegrasi elite politik bangsa Indonesia. Dan juga dapat menimbulkan kesadaran instropektik dalam kedua belah pihak yang nantinya akan dapat ditru oleh semua lapisan masyarakat. Jadi kedua belah pihak harus menahan egonya masing-masing demi terciptanya masyarakat yang sejahtera.

Seandainya saja dalam pelaksanaan reformasi pada Mei 1998 tidak terjadi bentrok antara mahasiswa dengan ABRI, tetapi malah kedua belah pihak tersebut bergandengan dalam melancarkan reformasi pemerintahan, maka tidak akan terjadi peristiwa kelabu seperti yang telah disebutkan di atas. Kalaupun terjadi, maka perjalanan reformasi akan sulit dan lama, karena ABRI dinilai berada dalam posisi ragu-ragu dan menginginkan reformasi tanpa mengganti Soeharto. Tapi tanpa turunnya Suharto, konsep apa pun untuk memperbaiki Indonesia tidak akan jalan, karena Suharto lebih mementingkan dirinya sendiri, keluarga dan kroni-kroninya.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dialog antara mahasiswa dengan ABRI untuk mencari jalan terbaik menyelamatkan Indonesia tidak akan berjalan semestinya atau bahkan tidak akan terjadi apabila Soeharto tetap menjadi Presiden, karena menurut para mahasiswa Soeharto-lah yana dianggap bertanggungjawab sebagai pimpinan negara.




DAFTAR PUSTAKA
Buku :
A. Pambudi. 2009. Sintong & Prabowo : Dari “Kudeta L.B Moerdani” sampai “Kudeta Prabowo”, Yogyakarta : MedPress.
Agus Suparno, Basuki. 2012. Reformasi dan Jatuhnya Soeharto. Jakarta: Kompas.
Arif Yulianto. 2002. Hubungan Sipil Militer di Indonesia pasca Orba. Jakarta: PT Raja Grafindo.
B.J. Habibie. 2006. Detik-detik yang Menentukan : Jalan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi, Jakarta : THC Mandiri.
Muhamad Hisyam. 2003. Krisis Masa Kini Dan Orde Baru, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Koran :
Solopos, 9 April 1998, Komunikasi ABRI-Mahasiswa cegah disintegrasi.
Solopos, 9 April 1998, Dialog ABRI-Mahasiswa tetap relevan.
Solopos, 13 April 1998, Mardiyanto : Tak ada perintah culik aktivis
Solopos, 13 April 1998, Rasyid : Tidak mungkin ABRI dukung mahasiswa.
Solopos, 14 April 1998, ABRI sikapi baik aksi mahasiswa.
Solopos, 13 Mei 1998, Mahasiswa Solo dan Yogya lapor Kontras.

Internet :
Grakdomkes-Nusa Adiputra, Ajakan Dialog ABRI-Mahasiswa dalam http://peace.home.xs4all.nl/pubind/mb/gna.html. Diakses pada 27 Juni pukul 23.11 WIB
Satya Kumara, Peristiwa Terbunuhnya Rene Conrad dalam http://satya-kumara.blogspot.com/2013/04/peristiwa-terbunuhnya-rene-conrad.html. diakses pada 20 Juni 2013.




[1] Satya Kumara, Peristiwa Terbunuhnya Rene Conrad dalam http://satya-kumara.blogspot.com/2013/04/peristiwa-terbunuhnya-rene-conrad.html. diakses pada 20 Juni 2013.
[2] A. Pambudi, Sintong & Prabowo : Dari “Kudeta L.B Moerdani” sampai “Kudeta Prabowo”, (Yogyakarta:MedPress), 2009, hlm 97.
[3] B.J. Habibie, Detik-detik yang Menentukan : Jalan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi, (Jakarta:THC Mandiri), 2006, hlm 7.
[4] Tim Mawar adalah sebuah tim kecil dari kesatuan Komando Pasukan Khusus Grup IV, Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat. Tim ini adalah dalang dalam operasi penculikan para aktivis politik pro-demokrasi.
[5] Grakdomkes-Nusa Adiputra, ajakan Dialog ABRI-Mahasiswa dalam http://peace.home.xs4all.nl/pubind/mb/gna.html. Diakses pada 27 Juni pukul 23.11 WIB

0 Comments