Filsafat Sejarah Arnold Toynbee : Tantangan dan Respon

Arnold Toynbee
Sumber: Google Arts & Culture

Tantangan dan Respon

Arnold Joseph Toynbee adalah seorang sejarawan Inggris, filsuf sejarah, penulis banyak buku dan profesor riset sejarah internasional di London School of Economics dan King's College London yang lahir pada 14 April 1889.

Beliau merupakan seorang yang termasuk filsuf sejarah spekulatif, karena ia ingin mencari dan menemukan struktur intern yang melatarbelakangi arus peristiwa sejarah.

Maka ia menuangkan semua pemikirannya dalam beberapa buku, dan beliau terkenal karena 12 volume A Study of History yang terbit pada kurun tahun 1934–1961. 

Dalam bukunya tersebut, ia memetakan dunia, bahwa secara histori dunia terbagi dalam 21 peradaban.

Arnold Toynbee juga menyebutkan ada 6 peradaban yang muncul secara serentak dari masyrakat primitif, misalnya: Mesir, Sumeria, Cina, Maya, Minoan, dan India.

Menurut Toynbee sebuah peradaban muncul sebagai Tantangan dan Respon, atau mudahnya sebuah peradaban tercipta karena mengatasi tantangan dan rintangan.


Terdapat 5 tantangan munculnya suatu peradaban:

1. Kawasan yang ganas

2. kawasan yang baru

3. Kawasan dipersengketakan

4. Kawasan tertindas

5. Kawasan hukuman atau pembuangan


Toynbee berpendapat bahwa peradaban lahir dari masyarakat yang lebih primitif, bukan sebagai hasil dari faktor ras atau lingkungan, tetapi sebagai respons terhadap tantangan, seperti negara keras, tanah baru, pukulan dan tekanan dari peradaban lain, dan hukuman.

Dia berpendapat bahwa untuk peradaban yang akan lahir, tantangan harus menjadi sarana emas; bahwa tantangan yang berlebihan akan menghancurkan peradaban, dan tantangan yang terlalu sedikit akan menyebabkannya mandek.

Toynbee menyebutkan bahwa peradaban terus tumbuh hanya ketika mereka memenuhi satu tantangan hanya untuk dihadapi oleh yang lain, dalam siklus "Tantangan dan Respons" yang berkelanjutan.

Selain itu, Toynbee mengemukakan bahwa peradaban berkembang dengan cara yang berbeda karena lingkungan mereka yang berbeda dan pendekatan yang berbeda terhadap tantangan yang mereka hadapi.

Dia berpendapat bahwa pertumbuhan didorong oleh "Minoritas Kreatif": mereka yang menemukan solusi untuk tantangan, yang menginspirasi (bukan memaksa) orang lain untuk mengikuti jejak inovatif mereka.

Minoritas kreatif menemukan solusi untuk tantangan yang dihadapi peradaban, sementara massa besar mengikuti solusi ini dengan meniru, solusi yang tidak akan mampu mereka temukan sendiri (mimesis).

Atau mudahnya dalam teorinya, Toynbee mengungkapkan bahwa setiap gerakan sejarah timbul karena adanya stimulus sehingga muncul reaksi yang melahirkan perubahan. Stimulus ini dilakukan oleh sekelompok kecil orang  (minoritas)  yang kemudian  mampu memengaruhi dan mendominasi perubahan.

Contohnya seperti ketika bangsa Sumeria mengeksploitasi rawa-rawa keras di Irak selatan dengan mengorganisir penduduk Neolitik ke dalam masyarakat yang mampu melaksanakan proyek irigasi skala besar atau seperti ketika Gereja Katolik menyelesaikan kekacauan Eropa pasca-Romawi dengan memasukkan kerajaan-kerajaan Jermanik yang baru ke dalam satu komunitas agama.

Kemudian ketika sebuah peradaban merespons tantangan, ia tumbuh. Ketika gagal untuk menanggapi tantangan, ia memasuki periode penurunan.

Toynbee berpendapat bahwa "Peradaban mati karena bunuh diri, bukan karena pembunuhan." 

Bagi Toynbee, peradaban bukanlah mesin yang tidak berwujud atau tidak dapat diubah, tetapi sebuah jaringan hubungan sosial di dalam perbatasan dan oleh karena itu tunduk pada keputusan yang bijaksana dan tidak bijaksana yang mereka buat.

Jika para pemimpin peradaban tidak menenangkan atau menutup proletariat internal atau mengerahkan pertahanan militer atau diplomatik yang efektif terhadap potensi invasi kekuatan luar, itu akan jatuh.


Alam Pemikiran Toynbee

Toynbee juga menjabarkan hasil pemikirannya melalui tiga pertanyaan utama, yaitu apa itu pola sejarah?, apa itu mekanisme sejarah?, dan apa itu tujuan sejarah?.

Pola Sejarah

Toynbee memulai penulisan buku Study of History pada tahun 1922, terinspirasi dengan melihat petani Bulgaria mengenakan topi kulit rubah seperti yang digambarkan oleh Herodotus sebagai penutup kepala pasukan Xerxes.

Kejadian ini mengungkapkan karakteristik yang memberikan kualitas khusus pada karyanya, rasanya tentang kontinuitas sejarah yang luas dan perhatiannya terhadap polanya, pengetahuannya yang luas, dan pengamatannya yang tajam.

Seperti terlihat dalam keenam jilid pertama, adalah pola siklis karena proses sejarah itu bergerak secara kontinu membentuk suatu lingkaran (lahir, bertumbuh, runtuh, dan hancur).

Atau pola sejarah ini bisa disebut dengan teori siklus, menurut Toynbee sejarah bergerak dalam satu siklus (lingkar) yang selalu berulang. Tetapi pengulangan itu akan menemukan wujud yang berbeda, yaitu berulang dalam bentuk yang lebih halus dan sempurna.

Dalam hal ini, mungkin saja Toynbee memodifikasi teori evolusi Charles Darwin (1809-1882) sekaligus terpengaruh dengan pemikiran Darwin yang mengatakan setiap makhluk hidup berubah secara alami dari tingkat yang lebih rendah kepada tingkat yang lebih sempurna.

Mekanisme Sejarah

Toynbee menyatakan sejarah hidup manusia akan selalu diwarnai oleh pasang surut kebudayaan tertentu.

Maka dalam pemikirannya Toynbee sering menggunakan istilah mekanisme sejarah atau kekuatan penggerak.

Mekanisme ini wujudnya seperti proses kelahiran kebudayaan berlangsung dalam mekanisme "tantangan-dan--jawaban" (challenge-and--response); proses pertumbuhan dalam "penarikan diri-dan-kepulangan" (withdrawal-and-return) para pemimpin: proses keruntuhan dalam "pemusnahan secara total dan pemaksaan apa-apa yang baru" (rout-and-rally); dan proses kehancuran dalam "perpecahan dan pembentukan kelompok-kelompok serta institusi-institusi baru" (schismand-palingenesia).

Dimana intinya Toynbee ingin menyampaikan bahwa mesin penggerak utama bagi sebuah peradaban adalah datang dari pemikiran "Challenge and Response" yang telah dikemukakan sebelumnya.

Karena konteks Challenge and Response dalam peradaban ini berarti peradaban berkembang berarti tantangan yang dihadapinya tidak terlalu keras. Sebaliknya, jika jika peradaban itu mandeg atau hancur berarti  tantangan yang dihadapinya cukup atau terlalu keras.

Tujuan Sejarah

Seperti yang telah diungkap sebelumnya, Toynbee memaknai pemikirannya mengenai makna atau tujuan sejarah ini sebagai proses pergeseran penekanan dari alam kemanusiaan atau perilaku dari yang rendah ke taraf yang lebih tinggi.

Dalam konteks ini, para pelaku sejarah dan individu yang terkait dengan suatu peristiwa merupakan bagian tak terpisahkan dari setiap bangsa dan peradaban mana saja yang sedang berada dalam masalah.

Di situlah manusia, yang telah mencapai status sebagai Manusia Super, menjalin hubungan langsung secara individual dengan Tuhannya sendiri.

Pada awalnya spekulasi Barat tentang makna sejarah yang pada mulanya berasal dari sumber-sumber teologis.

Keyakinan bahwa sejarah sesuai dengan perkembangan linier di mana pengaruh kebijaksanaan takdir dapat dilihat, daripada gerakan siklus berulang dari jenis yang tersirat dalam banyak pemikiran Yunani-Romawi, sudah menjadi lazim di awal Era Umum.

Menurut Toynbee, agama tidak lagi dapat dianggap sebagai tanggapan manusia terhadap tantangan sosial.

Agama tidak dapat dijelaskan menurut peradaban; sebaliknya, peradaban itu sendiri muncul, hadir, berdiri hanya untuk menghasilkan agama.

Hingga akhirnya perkembangan spekulasi sejarah pada abad ke-18 umumnya ditandai oleh kecenderungan untuk menolak interpretasi teologis dan takdir demi pendekatan yang lebih selaras, dalam metode dan tujuan, dengan yang diadopsi oleh para ilmuwan alam dalam penyelidikan mereka terhadap dunia fisik.


Sumber:

Hayon, Yohanes Pande, Perkembagan kebudayaan dalam perspektif filsafat sejarah : sebuah kajian tentang pemikiran Arnold J. Toynbee.(Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1997).

A.J. Toynbee, A Study of History Vol XII: Reconsiderations ,Oxford University Press, 1961

Encyclopædia Britannica, 15th ed., vol. 9, p. 148.

"Toynbee, Arnold Joseph". Who Was Who. Oxford University Press. 1 December 2007. doi:10.1093/ww/9780199540884.013.U160398. ISBN 978-0-19-954089-1. Diakses 1 Juli 2022.